Retorika yang Berujung Petaka.

 

Mungkin dia adalah yang layak untuk memimpin. Tapi munculah kebingungan yang terjadi pada ambisi kosong yang ia Inginkan. Ambisinya terlalu mengebu-gebu membuatnya jatuh pada perasaan yang tabu. Mungkin sosok inilah yang sebenarnya pantas tapi ia hanya sebagai Hiburan dalam Pentas.

Gagasan yang nampak Utopis dapat ia rubah menjadi lebih realistis. Retorika kata yang keluar dari sebuah katanya membuat jutaan orang tersilap. Opininya adalah sebuah harapan yang tak berujung bahkan tak memiliki Jurang yang membuat harapannya tak berbentuk.

Ia kurang jujur dalam mengungkapkan isi hatinya pada pernyataan yang sekiranya membuat ia tak nyaman. Ia justru mengikuti arus yang membuatnya terombang-ambing tak jelas dilautan. Bahkan, ia akan terus berenang walaupun ombak yang menerjang sanggup membunuhnya. Nekat...

Dia tak ideal untuk Demokrasi yang Sial.

(Mochammad Isnaini)